Rabu, 23 Agustus 2017

Jejak Kerajaan Pamatan di Bilok Petung






     Makam Laeq (kuno), demikianlah masyarakat Desa Bilok Petung Kecamatan Sembalun menyebut dua buah makam kuno yang dijadikan sebagai tempat pelaksanaan sebuah ritual adat yang disebut dengan tradisi Ngaji Makam Ngaturang Ulak Kaya oleh masyarakat Dusun Landean Desa Bilok Petung. Setelah kami telusuri, ternyata kedua makam kuno yang disebut dengan nama Makam Laeq itu adalah Makam Titi Rawana dan Makam Patih Alkas yang konon  merupakan salah seorang pemimpin (raja) dan patih di wilayah Sembalun pada masanya. Kedua makam kuno itu disebut-sebut sebagai salah satu jejak Kerajaan Pamatan yang merupakan kerajaan besar di wilayah Sembalun yang porak poranda karena letusan Samalas.
Awalnya kami penasaran akan pelaksanaan tradisi Ngaji Makam Ngaturang Ulak Kaya yang merupakan sebuah tradisi mempersembahkan hasil panen warga Dusun Landean yang dilaksanakan sekali dalam setahun, tepatnya setelah musim panen padi dengan gawe dimulai pada hari Senin (menutu/menumbuk padi), hari Kamis (nyapu makam/membersihkan makam) dan hari Jum’at sebagai hari pelaksanaan acara puncak (periapan) yang dilaksanakan di makam yang berada di tengah Hutan Adat (Pawang: bahasa Sasak) Batu Layar.
Hal yang membuat kami penasaran adalah tempat pelaksanaan tradisi tersebut, yakni di sebuah makam yang berada di wilayah hutan adat Desa Bilok Petung dan sebuah makam yang ada di pinggir hutan adat tersebut. Puncak Acara tradisi Ngaji Makam Ngaturang Ulak Kaya dilaksanakan di makam yang berada di tengah hutan dan setelah selesai melaksanakan segala prosesi acara tersebut maka warga yang mengikuti tradisi tersebut harus berkunjung ke makam yang ada di pinggiran hutan adat tersebut. Setelah hampir putus asa, kami pun bertemu dengan Amaq Lokaq Landean (tetua Dusun Landean) yang selama ini mengurus kedua makam tersebut secara turun temurun. Orang itu bernama Bayok alias Amaq Jumanep (81 tahun). Beliaulah satu-satunya informan yang dapat memberi kami informasi bahwa makam yang berada di tengah hutan adat (tempat dilaksanakannya puncak ritual tradisi Ngaji Makam Ngaturang Ulak Kaya) adalah Makam Titi Rawana atau nenek moyangnya menyebutnya dengan nama Makam Balok Titi Rawana. Sedangkan makam yang berada di pinggiran hutan adat itu adalah Makam Patih Alkas.
Bayok menyatakan bahwa memang selama ini tidak banyak orang yeng mengetahui sipa nama pemilik kedua makam tersebut dan ia sendiri (Bayok) mendapatkan informasi mengenai kedua makam itu dari orang tuanya yang dulu merupakan pengurus kedua makam tersebut. “… hanya keturunan kami yang diberi tahu mengenai nama pemeilik makam itu sebab jabatan pengurus makam itu diwariskan turun temurun…”, ungkap laki-laki yang mengaku berusia 81 tahun itu.
Beliau juga menceritakan bahawa pada zaman dahulu di wilayah Desa Bilok Petung Kecamatan Sembalun terdapat sebuah kerajaan besar yang masyarakatnya cukup banyak (beliau tidak tahu nama kerajaan itu) yang beliau tahu hanya nama salah seorang pemimpinnya yang paling tersohor, yakni Titi Rawana yang didampingi oleh Patih Alkas.
Bayok mengatakan, “meneurut cerita yang saya dapatkan dari orang tua saya, kerajaan besar itu hancur karena letusan gunung Rinjani yang pada saat itu terjadi selama berhari-hari dan menyebabkan penghuni kerajaan banyak yang mati dan sebagiannya ada yang bisa menyelamatkan diri dengan berlari ke daerah lain, bahkan sampai ke tanah Jawa dan sebagian kecilnya tidak mau meninggalkan kerajaan bersama raja dan patihnya. Mereka yang selamat bersama raja (Titi Rawana) dan patihnya (Patih Alkas) itulah yang kemudian membangun pemukiman di Hutan Batu Layar (Hutan Adat yang ada di wilayah Dusun Landean saat ini) sebab istananya hancur di hantam batu dan lahar dingin yang disebabkan oleh letusan Gunung Rinjani”, ungkap Amaq Lokaq Landean itu sambil memegang-megang keningnya seolah berusaha untuk mengingat cerita yang didapatkan dari orang tuanya mengenai asal usul makam itu.
Kami terus menggali informasi dari beliau dan berdasarkan keterangan beliau, mereka yang membangun pemukiman di Hutan Batu Layar itulah yang kemudian berkembang menjadi nenek moyang masyarakat asli Sembalun (Bilok Petung dan Sajang) dan Bayan. Konon Titit Rawana memiliki putra yang bernama Titi Supakel atau dikenal dengan sebutan Titi Mas Supakel. Setelah Tiri Rawana Wafat, putranya (Titi Mas Supakel) bermigrasi ke daerah Bayan dan mendirikan pemusungan Loloan yang merupakan cikal bakal Kedatuan Bayan.
Mengacu dari keterangan beliau maka kemungkinan bahwa yang dimaksud dengan letusan Gunung Rinjani itu adalah letusan Samalas yang terjadi pada tahun 1257 dan tercatat di dalam Babad Lombok dan kerajaan yang dimaksud sebagai kerajaan besar itu adalah Kerajaan Pamatan. Namun demikian, kami belum bisa memastikannya. Hanya saja, jika kita mengacu dari keterangan beliau maka kemungkinan besar bahwa kerajaan Besar yang dimaksud adalah Kerajaan Pamatan sebab di dalam beberapa sumber diceritakan bahwa Kerajaan Pamatan itu berada di wilayah Desa Sajang dan Desa Bilok Petung (tempat keberadaan Makam Titi Rawana dan Patih Alkas) adalah desa muda yang merupakan hasil pemekaran dari Desa Sajang.
Keterangan di atas juga memberikan kita benang merah akan hubungan Sembalun dan Bayan, dimana cikal bakal pemusungan Loloan merupakan keturunan dari Titi Rawana (salah seorang pemimpin Kerajaan Pamatan). Orang Bayan sendiri mengakui bahwa cikal bakal Kedatuan Bayan adalah Desa Loloan yang didirikan oleh Titi Mas Supakel yang merupakan nenek moyang Gauz Abdurrazak. Sekali lagi kami belum bisa memastikan bahwa Titi Rawana memang nama dari salah seorang Raja Kerajaan Pamatan. Hanya saja, informasi ini memberikan kita refrensi baru untuk menggali secara lebih mendalam mengenai jejak Kerajaan Pamatan yang hingga saat ini masih misterius.
Jika dikaji dari segi nama, “Titu” merupakan nama pemimpin atau orang yang dituakan. Kata “Titi” ini dikenal juga oleh masyarakat Loloan dan bahkan masyarakat Loloan Kecamatan Bayan mengatakan bahwa “Titi” merupakan gelar seorang pemimpin atau raja. Di Loloan dikenal nama Titi Mas Supakel yang merupakan pemimpin (raja) Kedatuan Loloan. Berdasarkan informasi yang pernah kami dapatkan dari Haji Amir (tetua Desa Loloan), sepeninggal Titi Mas Supakel, Kedatuan Loloan dipemimpin oleh Titi Mas Serempung. Masyarakat Desa Loloan juga mengenal nama Titi Mas Munter dan Titi Mas Bunbunan. Dengan demikian maka jelaslah bahwa kata “Titi” merupakan awalan dari nama seorang pemimpin sehingga tidak salah jika Bayaok mengatakan bahwa Titi Rawana adalah seorang raja di wilayah yang kami perkirakan sebagai Kerajaan Pamatan itu.

Atas rasa penasaran itu, kami pun mencaoba menggali informasi mengenai kedua makam tersebut. Informasi mengenai siapa nama pemilik kedua makam dan dari zaman mana makam itu begitu sulit kami dapatkan. Penelusuran yang kami lakukan hampir tidak menemukan titik temu sebab jarang sekali warga yang mengetahui informasi mengenai makam tersebut. Secara umum masyarakat Desa Bilok Petung dan sekitarnya mengenal makam itu dengan sebutan makam laeq dan tidak mengetahui siapa nama pemilik makam tersebut.
Di wilayah Desa Bilok Petung Kecamatan Sembalun terdapat beberapa makam kuno yang hingga saat ini belum diketahui pasti siapa pemilik makam itu, yang jelas di wilayah desa ini setidaknya ada 5 titik makam kuno yang hingga saat ini masih dapat kita temukan dan semua makam itu cukup dikeramatkan oleh warga sekitar dan salah satunya adalah Makam Titi Rawana dan Makam Patih Alkas yang berada di wilayah Pawang Batu Layar Dusun Landean Desa Bilok Petung.
Terlepas dari masalah benang merak sejarah, Makam Titi Rawana merupakan makam sederhana dengan konstruksi batu alam yang disusun di setiap pinggiran makam. Makam ini berukuran 270 cm. Nisan yang tertancap di atas makam ini terbuat dari batu pecahan pada bagian kepala dan batu gelondongan pada bagian kaki. Nisan di bagian kepala berukuran tinggi, 45 cm dengan lebar 10 cm. Areal makam ini dipagari dengan pecahan bambu kasar dan luas area makamnya 10 x 10 m. Makam ini berada di tengah Pawang Batu Layar yang luasnya mencapai 8 are. Perlu juga kami sampaikan bahwa Pawang Batu Layar ini terletak di wilayah perbukitan Desa Bilok Petung, bahkan lokasinya adalah wilayah tertinggi Desa Bilok Petung.
Di wilayah perkebunan warga yang berada sekitar 500 meter di bawah Pawang Batu Layar, terdapat sebuah makam kuno dengan konstruksi yang sederhana pula. Makam tersebut adalah Makam Patih Alkas yang konon merupakan patih dari Titi Rawana. Makam patih Alkas berukuran 250 cm dengan batu nisan yang terbuat dari pecahan batu berbentuk persegi panjang. Batu nisannya berukuran tinggi 20 cm.
Warga dan pencinta Kampung Media yang kami banggakan, kami juga mendapatkan informasi bahwa masyarakat setempat kerap mendengar gelak tawa patih Alkas dan kerap pula melihat sosok Patih Alkas di sekitaran makamnya dan wilayah Hutan Adat Batu Layar. Bahkan, Amaq Lokak Landean (Bayok) juga menceritakan bahwa beliau pernah bertemu dengan sosok Titi Rawana. Beliau menceritakan bahwa sosok Titi Rawana itu tinggi tegap dengan kulit berwarna putih, janggot lebat yang menjulur hingga dadanya.
Menurut keterangan masyarakat sekitar, setiap masyarakat yang hendak berkunjung ke makam kuno ini diharuskan untuk menaati aturan, seperti; 1) Makam Titi Rawana hanya boleh dikunjungi pada hari Senin, Kamis dan Jum’at, 2) Pengunjung harus menggunakan pakaian tradisional, seperti sarung dan sapuk (bagi laki-laki) dan sarung serta selendang bagi pengunjung perempuan, 3) Pengunjung perempuan yang sedang dalam keadaan datang bulan tidak diperkenankan untuk masuk ke areal makam, 4) Setelah mengunjungi Makam Titi Rawana maka pengunjung harus berkunjung ke Makam Patih Alkas, 5) Saat berada di Makam Patih Alkas, pengunjung harus menyembeq dan menggigit batu nisan Patih Alkas (nisan pada bagian kepala) dan ) Setelah mengunjungi Makam Patih Alkas, pengunjung harus berkunjung ke Bale Beleq Dusun Landean.
Warga dan pencinta Kampung Media yang kami banggakan, demikianlah aturan-aturan yang harus ditaati oleh para pengunjung Makam Titi Rawana. Hal yang unik di dalam aturan tersebut adalah pengunjung harus menggigit Batu Nisan Makam Patih Alkas. Konon jika kita sudah menggigit batu nisan tersebut maka gigit kita akan kuat. Selanjutnya, setiap pengunjung yang berkunjung ke Makam Titi Rawana diharuskan untuk pulang ke Rumah Adat Dusun Landean (Bale Beleq Landeani) yang konon merupakan kediaman Titi Rawana semasa hidupnya. Heheeee, ada-ada saja kawan. Bale Beleq Landean berada sekitar satu kilo meter dari Makam Patih Alkas.
Demikianlah informasi yang dapat kami sampaikan pada artikel kali ini. Semoga  Makam Titi Rawana dan Patih Alkas ini memang benar-benar bisa dijadikan sebagai salah satu sumber sejarah yang dapat dijadikan sebagai benang merah penelusuran keberadaan Kerajaan Pamatan yang keberadaannya hingga saat ini masih sangat misterius karena kurangnya peninggalan sejarah yang bisa dijadikan sebagai sumber dan bukti sejarah atas keberadaan Kerajaan Pamatan yang disebut-sebut sebagai kerajaan kedua tertua yang ada di tanah Lombok.
Warga dan pencinta Kampung Media yang kami banggakan, informasi yang kami sajikan pada artikel ini masih berupa argument atau opini sehingga diperlukan penelitian mendalam untuk mengetahui kebenaran informasi tersebut. Hanya saja, informasi ini setidaknya dapat kita jadikan sebagai acuan/kerangka berpikir untuk melakukan pengkajian mendalam sehingga suatu ketika ada peneliti ahli yang dapat membuktikan bahwa makam kuno yang disebut sebagai Makam Titi Rawana dan Makam Patih Alkas itu memang benar merupakan peninggalan yang berasal dari zaman Kerajaan Pamatan. Mohon maaf jika ada kekeliruan, terimakasih atas kunjungannya dan salam dari kampung.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar